Makan bersama di dalam keluarga merupakan kegiatan tradisi yang sudah ada sejak dulu, namun seiring perkembangan zaman kebiasaan seperti itu terkikis dan perlahan mulai tertinggalkan.
Sosiolog Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Dr Erna Karim, di Medan, mengatakan makan bersama misalnya di keluarga suku Batak sudah menjadi kebiasaan yang mendarah daging atau turun temurun.
Sebagai contoh di beberapa upacara adat selalu diawali oleh kegiatan makan bersama, seperti "mengupa-upa" yakni tradisi selamatan bagi pengantin baru yang diadakan di rumah pengantin perempuan.
Namun sejalan dengan perubahan gaya hidup setiap anggota keluarga yang dipengaruhi oleh proses globalisasi, maka tradisi makan bersama sering tidak dapat dilakukan lagi.
Hal ini antara lain karena ada kendala-kendala struktural yang dihadapi seperti jadual aktivitas angggota keluarga yang tidak sama, kepadatan lalu lintas, dan pengaruh masuknya teknologi.
Kendala struktural ini berimplikasi kepada terjadinya pergeseran nilai-nilai dan norma tentang ritual makan bersama dalam keluarga, ucap sosiolog keluarga itu.
Pada dasarnya makan bersama mempunyai tiga fungsi penting yakni mengenalkan diversifikasi makanan pada anak, membentuk pola asuh anak dan mengikat kebersamaan suatu keluarga sebagai satuan masyarakat terkecil.
Sebenarnya masyarakat Indonesia sangat percaya bahwa kebiasaan makan bersama bermanfaat bagi pikiran, tubuh dan jiwa yang pada gilirannya dapat menciptakan hubungan antaranggota keluarga yang lebih baik.
Keluarga yang selalu melakukan makan bersama juga punya kesempatan lebih besar untuk hidup lebih rukun.
Namun fakta yang ada sungguh mengejutkan, terjadinya peningkatan tiga kali lipat angka perceraian di lima kota besar di Indonesia Surabaya, Bandung, Semarang, Jakarta, Makasar dalam lima tahun terakhir.
Tidak tertutup kemungkinan salah satu penyebabnya adalah berkurangnya kesempatan berinteraksi dan komunikasi antarsesama keluarga hingga menyebabkan tidak harmonisnya hubungan suami istri, katanya.
Sosiolog Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Dr Erna Karim, di Medan, mengatakan makan bersama misalnya di keluarga suku Batak sudah menjadi kebiasaan yang mendarah daging atau turun temurun.
Sebagai contoh di beberapa upacara adat selalu diawali oleh kegiatan makan bersama, seperti "mengupa-upa" yakni tradisi selamatan bagi pengantin baru yang diadakan di rumah pengantin perempuan.
Namun sejalan dengan perubahan gaya hidup setiap anggota keluarga yang dipengaruhi oleh proses globalisasi, maka tradisi makan bersama sering tidak dapat dilakukan lagi.
Hal ini antara lain karena ada kendala-kendala struktural yang dihadapi seperti jadual aktivitas angggota keluarga yang tidak sama, kepadatan lalu lintas, dan pengaruh masuknya teknologi.
Kendala struktural ini berimplikasi kepada terjadinya pergeseran nilai-nilai dan norma tentang ritual makan bersama dalam keluarga, ucap sosiolog keluarga itu.
Pada dasarnya makan bersama mempunyai tiga fungsi penting yakni mengenalkan diversifikasi makanan pada anak, membentuk pola asuh anak dan mengikat kebersamaan suatu keluarga sebagai satuan masyarakat terkecil.
Sebenarnya masyarakat Indonesia sangat percaya bahwa kebiasaan makan bersama bermanfaat bagi pikiran, tubuh dan jiwa yang pada gilirannya dapat menciptakan hubungan antaranggota keluarga yang lebih baik.
Keluarga yang selalu melakukan makan bersama juga punya kesempatan lebih besar untuk hidup lebih rukun.
Namun fakta yang ada sungguh mengejutkan, terjadinya peningkatan tiga kali lipat angka perceraian di lima kota besar di Indonesia Surabaya, Bandung, Semarang, Jakarta, Makasar dalam lima tahun terakhir.
Tidak tertutup kemungkinan salah satu penyebabnya adalah berkurangnya kesempatan berinteraksi dan komunikasi antarsesama keluarga hingga menyebabkan tidak harmonisnya hubungan suami istri, katanya.
Tag :
LifeStyle
0 Komentar untuk "Gaya Hidup Modern Kikis Tradisi Makan Bersama"
Komen datang masuk angin hilang !